Your Ad here ...



Product ...

Services ...

Other things ...

Foto Saya
Nama:
Lokasi: Semarang, Jawa Tengah, Indonesia

Agus Thohir, Birth of a simple family in Grobogan, Central Java, Indonesia. After graduating from high school in Purwodadi, Grobogan, then continued to study at the Institute of Islamic Studies (IAIN) Walisongo Semarang holds a Bachelor of Education in Islamic Studies, he worked with several social organizations that concern to the environment and youth empowerment. Agus Thohir elected as Chairman of the Islamic Students Association (HMI) Semarang branch in the period 2009/2010 at the 49th Conference of the Semarang branch HMI, and in the period 2011/2013 was given the mandate as the Secretary-General of the Central Board (PB HMI). Now Thohir working and studying at the College of Islamic Economics (STEI) Husnayain and College of Islamic Education (STAI) ACPRILESMA Jakarta. It also had to form a study group with friends called Alternative Study Circle/ Lingkar Studi Alternatif (Lasta). Currently living in Jakarta, and wanted to be a teacher learners with a variety of life that focuses on social, educational and political alternatives. The desire to write and document ideas in a variety of creative ideas continue to be done in order to provide benefits to many people.










Downloads
Technology News
Templates
Web Hosting
Articles
Games
Blogger
Google



Blogger

FinalSense

Amazon

Yahoo

Ebay

<$BlogDateHeaderDate$>
Revitalisasi Kebhinekaan “Berbeda Tapi Mesra”

slogan Filosofi bangsa merah putih ini adalah kebhinekaan, walaupun berbeda tetap satu jua. Seolah ini masih difahami dalam bingkai minimalis dan ekslusif. kemajemukan harusnya menjadi bukti dari adanya banyak keragaman SARA yang tetap menjadi ruh kebhinekaan.
Jika ditarik dari spektrum yang lebih luas terlebih dihubungkan dengan sikap beragama, maka inklusifitas menjadi keniscayaan yang harus diwujudkan dalam berperilaku dikeseharian masyarakat kita. Demikian bukti bahwa pluralitas yang hegemonik dapat difahami sebagai bagian dari wujud demokrasi kebangsaan yang esensial.
Lalu bagaimanakah ukuran keberagaman yang muncul dinegeri ini atas toleransi dan bentuk saling hargai? Inilah yang belum tergarap. Tragedi monas menjadi lembaran-lembaran hitam panjang, bahwa keberagaman malah menjadi ajang untuk menciptakan konfllik yang bernuansa politik dan cultural.
Ini diakibatkan dari ketimpangan terhadap pendidikan keberagaman, doktrin setara masif untuk bersatu masih menghegemoni perbedaan adalah niscaya. Lalu bagaimana sebenarnya kurikulum pendidikan yang kita jalani dalam prosesnya? Ini menjadi perhatian bersama bahwa dalam memaknai perbedaan adalah rahmat belum sepenuhnya atau malah masih setengah hati.
Perbedaan malah menjadi tak berdaya akibat sekat perbedaan, jargon kebhinekaan hanya sebatas slogan yang dibaca. Dari kondisi inilah diperlukan revitaliassi pemaknaan atas kebhinekaan dengan memahami kondisi kemajemukan benar menjadi dasar penghargaan.
Pendidikan inklusif ditengah pluralitas latarbelakang masyarakat yang meneguhkan kembali kesatuan atas perbedaan yang didasari dengan dengan kesadaran transenden atas perbedaan harusnya dapat dibumikan dalam kurikulum pendidikan kita walaupun tidak harus tersirat. Inipun dapat diterapkan dengan hidden curriculum yang menumbuhkembangkan kesadaran kemajemukan.
Sehingga tidak difahami sekedar kebaikan negatif (negative good) yang ditilik dari kegunaannya untuk menyingkirkan fanatisme (too keep fanaticsm at bay) yang difahami dan ditrerjemahkan untuk bertoleransi.
Kesalihan sosial ini diharapkan dapat terbagun dengan menghargai dan menghormati sesama manusia dalam bingkai kesadaran moderat.
slogan persatuan akan rapuh bila tanpa didasari dengan kesadaran atas perbedaan dan kemajemukan kebhinekaan, pondasi inilah yang perlu dibangun bersama untuk menciptakan kebersamaan dalam perbedaan tanpa mengesampingkan toleransi dan adaptasi denga pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan keadaban.
memahami adalah dengan sedia saling mendengarkan berdialog bekerjasama untuk membangiun peradaban manusia sendiri. agama adalah penyelamatan (the salvic preswence) sehingga bukan dimaknai sebatas aktifitas rutin dengan tradisi saja.
Marilah menciptakan keadialan dengan slogan ”berbeda tapi mesra” ditengah keberagaman dan kemajemukan.

Label:

1 Comments:

kita memang harus menghormati perbedaan, bukankah berbeda itu indah?

30 Maret 2009 pukul 03.01  

Posting Komentar

<< Home